Sahabat Nabi

Kebanyakan ulama secara umum mendefinisikan Sahabat Nabi sebagai mereka yang mengenal Nabi Muhammad, mempercayai ajarannya, dan meninggal dalam keadaan Islam. Dalam kitabnya Al-Isbahah fi Tamyiz ash-Shahabah, Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H/1449 M) menyampaikan bahwa:
"Sahabat (صحابي, ash-shahabi) adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi S.A.W dalam keadaan beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam."[1][2][3]
Pada masa awal Islam, terdapat definisi yang lebih ketat yang menganggap bahwa hanya mereka yang berhubungan erat dengan Nabi Muhammad saja yang layak disebut sebagai Sahabat Nabi. Dalam kitab Muqadimmah karya Ibnu ash-Shalah (w. 643 H/1245 M), diriwayatkan perkataan Sahabat Anas bin Malik:
Dikatakan kepada Anas, “Engkau adalah sahabat Rasulullah S.A.W dan yang paling terakhir yang masih hidup.” Anas menjawab, “Kaum Arab (badui) masih tersisa, adapun dari sahabat beliau, maka saya adalah orang yang paling akhir yang masih hidup.”[4][5]
Demikian pula ulama Tabi'in Said bin al-Musayyib (w. 94 H/715 M) berpendapat bahwa: “Sahabat Nabi adalah mereka yang pernah hidup bersama Nabi setidaknya selama setahun, dan turut serta dalam beberapa peperangan bersamanya.”[3][4]
Sementara Imam an-Nawawi (w. 676 H /1277 M) juga menyatakan bahwa: “Beberapa ahli hadis berpendapat kehormatan ini (sebagai Sahabat Nabi) terbatas bagi mereka yang hidup bersamanya (Nabi Muhammad) dalam waktu yang lama, telah menyumbang (harta untuk perjuangannya), dan mereka yang berhijrah (ke Madinah) dan aktif menolongnya; dan bukan mereka yang hanya menjumpainya sewaktu-w

Komentar